Cerita Alumni

#CeritaAlumni Nanda Brilianto: Melihat Sisi Humanis dari Industri IT

Binar Academy
#CeritaAlumni Nanda Brilianto: Melihat Sisi Humanis dari Industri IT
Isi Halaman :

Binar Academy — Selalu ada sisi menarik dari setiap hal yang terlihat menjenuhkan. Nanda Brilianto, lulusan Binar Academy Batch #6, juga mendapatkan hal tersebut di ranah IT.

Selain mengurusi kode dan teknologi, menurut Nanda penting juga untuk mempertimbangkan sisi humanis dari tiap produk atau software yang kita kembangkan; mulai dari mencari masalah yang dialami calon user, mempertimbangkan masukan dari mereka, dan lain sebagainya.

Saat ini, Nanda merupakan UX Researcher di Mamikos. Kami meminta Nanda untuk berbagi pandangan mengenai dunia UX sekaligus bertukar cerita tentang petualangannya hingga sampai di posisi sekarang.

Coba ceritain dong kamu kelas ambil apa di Binar Academy dan pengalamanmu gimana

"Tahun 2018, aku ikut Binar ambil kelas UI/UX. Itu pengalamannya yang seru sih, pertama kali belajar UI/UX yang bener-bener terstruktur; mulai dari awal sampai dari akhir. Dari proses research, bikin user flow kayak gimana, kenalan sama user journey map kayak gimana, desain produk, sampai usability testing."

Kamu ikut batch offline dan mengalami rasanya berkelompok dengan orang-orang dari kelas lainnya. Ada yang seru nggak dari pengalaman itu?

"Betul. Ada tahap dimana kita “dilepas” dari role yang kita pelajari; trus masuk ke grup yang lebih komprehensif. Di satu grup, nggak cuma ada UI/UX aja; tapi juga ada QA, engineer, PM juga ada. Jujur, itu pengalaman pertamaku mulai build product yang modelnya cukup lengkap. Kalau desain sesuatu sewaktu kuliah, yaudah desain aja gitu; nggak sampai collab sama role lain. Nah, di situ bener-bener kenalan sama tahap-tahap bangun product. Misalnya desain, gimana cara deliver ke tim produk dan PM itu kaya gimana, terus juga kenalan sama metode Scrum.
Habis itu kelar, ada semacam speed dating. Kaya misalkan Telkom (salah satu partner Binar di batch #6 UI/UX design) lagi nyari UI/UX Designer nih. Orang mereka nanti bakal ngobrol dengan peserta-peserta untuk UI/UX design, bergiliran gitu; kira-kira ada yang menarik nggak nih. Kalau ada, mereka nanti diajak ngobrol lebih lanjut. Kurang lebih kaya sistem career-hub begitu lah dulu. Ya kaya gitu sij yang aku inget dulu hahaha."

Waktu speed dating itu, ada tawaran yang masuk ke kamu nggak?

Ada. Aku dulu juga dihubungi sama CODEX, tapi nggak aku angkat soalnya dulu masih kuliah; tahun ketiga. Lulus baru November tahun depannya.

Nah, sekarang kamu jadi UX Researcher di Mamikos. Gimana sih rutinitas di kariermu sekarang?

"Rutinitasnya yang jelas kita coba menggali insight dari user. Misalnya, kita cari problemnya dari si user itu apa, needs-nya mereka apa, dan jangan lupa cari behaviour-nya si user ini kaya gimana. Harapannya, kalo nemu insight, problem, needs, behaviour, sama attitude-nya, kita bisa gali opportunity yang bisa diimplementasi sama tim PM dan Designer juga.
Kalau soal garap proyek, paling aku ngerjain research bagian login feature sih lebih ke sana kebanyakan. Baik untuk pihak yang nyari kost dan yang buka kost-kostan. Karena dua-duanya user kami kan."

Boleh diceritain nggal kenapa nggak lanjut di dunia coding dan malah jadi UX researcher yang ga ada ngodingnya?

"Jujur ya, kalo dari kuliah di Teknologi Informasi dulu, bisa dibilang codingnya aku agak pelarian sih hahaha. Tapi itu bukan alasan utama masuk UX, khususnya ke bagian research-nya ini, ya.
Karena, juga pertama kali kenal UX asyiik juga sih. Sama-sama di ranah IT, tapi yang mempelajari manusia, kan. Dulu, pertama kenal UX ya cuma kaya “oh cuma design gitu ya”. Ternyata, behind design, ada bermacam-macam insight yang perlu diambil gitu sih.
Aku juga pengin challenge diriku sendiri biar bisa lebih berani ngomong sama orang, sih. Makanya, aku ngambil UX research. Sekalian nyoba ngebangun empatiku terhadap user. Soalnya, selama ini kuliah engineering terus kebanyakan di lingkungan engineer yang ngobrol dan kerjanya di bagian coding terus. Makanya aku pengen ambil jalur yang agak beda. Pengen yang empati dan membangun produk lewat teknologi dari sisi yang lebih humanis."

Kamu tadi bilang, ini bukan sebuah pelarian tapi pengen coba sesuatu yang beda dan pengen jadi anak IT yang humanis. Kenapa sih pengen jadi anak IT yang humanis?

"Nggak tau, ya. Mungkin awalnya aku udah jenuh dulu di lingkungan coder yang jarang banget interaksi sama hal-hal lain di luar mesin, apalagi kalau soal user. Itu menurutku bisa jadi opportunity baru juga sih. Apalagi di angkatanku kuliah, yang ambil field UX itu nggak sampe lima orang. Rata-rata arahnya ke Web Developer atau App Developer.
Dari belajar UX, aku jadi tahu; ternyata nggak cuma sekadar IT saja yang harus dipikirkan saat develop product. Ada juga role lain yang dibutuhkan. Misalkan anak-anak psikologi, antropologi, itu bisa juga fit ke UX. Itu menarik menurutku.
Jadi tidak memandang IT dari kode dan kode, tapi juga aspek humannya jangan sampai dilupakan. Karena kita develop juga buat manusia, kan."

Terus, kamu kan mempelajari hal yang relatif baru. Ada ga sih pengalaman menyebalkan dalam mempelajari hal baru ini?

"Yang agak susah itu ketemu lagi dengan rutinitas yang agak menjenuhkan, sih. Misal, tiap project ada interview, bikin research plan, conduct metodenya apa. Terus, kudu bikin report, present ke PM; Itu semua dilakukan berulang-ulang. Tapi, di sisi lain, yang bikin nggak jenuh itu hasil research kita ternyata bisa membuat impact untuk user nanti; ini yang kadang bisa jadi pemacu.
Kalo spesifik soal “belajar hal baru”, sebenernya nggak ada sih. Paling jadi belajar barmacam-macam istilah dan jargon psikologi. Karena research di UX itu juga turunan dari akademik, tapi bisa sedikit longgar karena harus berpacu sama waktu. Kaya PM ngasih waktu 2 minggu. Kalo, kita bener-bener ngikutin kaidah academic research 100 persen, keburu timelinenya kelar, dong. Jadi, ada batasan-batasan yang perlu dipertimbangkan. Paling susahnya di situ."

Selama riset, pernah nggak dapet temuan yang membuatmu terenyuh?

"Pernah sekali. Saking bingungnya si user buat login, dia sampai nyatet nomor hp di kertas dan diselipin di belakang case hp. Wah, gila seniat ini ya. Dan, ternyata produk kita belum bisa support untuk membantu banyak soal itu. Memang terlihat simple sih, tapi jadi besar kalau untuk orang tua.
Terus, ada juga user yang minta tolong; yang muda juga ga berani nyoba-nyoba. Asumsinya secara umum kan kalau anak muda penguasaan teknologinya bagus. Ternyata, ada juga yang muda tapi nggak tech-savvy juga. Ada aja lho yang belum paham soal masalah kaya gini; aku kaget sih, dan masih tertarik soal itu sampai sekarang. Soalnya unexpected.
Orang menganggapnya kalo muda itu tech savvy dan tua itu enggak. Tapi, penguasaan media ternyata nggak mengenal umur."

Denger-denger, kamu termasuk orang yang menginisiasi kembalinya Night Login, salah satu komunitas soal app dan development di UGM. Boleh diceritain nggak soal itu?

"Wah, Night Login sebenernya udah lama. Dari tahun ‘98 udah ada. Cuma, mulai mengarah ke komunitas app dan web itu baru di tahun 2000an. Memang, udah lumayan lama nggak aktif dan kebetulan dapet kesempatan untuk aktifin lagi di angkatanku. Kupikir, ini sayang banget kalo nggak diaktifin; kita udah punya resource, tapi kok nggak dimanfaatin. Yang kusayangkan adalah, sebenernya kelompok kaya gini bisa jadi wadah ngembangin hardskill di kuliah. Karena penyakitnya kita kebanyakan softskill dan lupa sama hardskill; itu yang kulihat dari pengalaman di kampusku sih.
Nah, waktu itu mikirnya gini; kita punya wadah dan bisa gerak buat ngajak collab. Jadi, temen-temen akhirnya punya spirit bareng buat mengaktifkan lagi. Termasuk Mbak Nuri (Product Manager Binar Academy) yang aku coba approach lewat temenku dan komunitas UX buat ngurusin dan ngisi sesi. Ada banyak kakak tingkat juga yang udah kerjaannya terkait UX Design. Tempatnya macem-macem, di Tokped, Traveloka gitu.
Jujur, Night Login ini juga jadi salah satu media networkingku. Jadi bisa tracking kakak angkatan yang berkarier di bidang tech secara umum. Ini aku banyak ngomongin UX karena emang aku ngurusinnya UX aja. Plus, aku ngerasa kalo komunitas kecil seperti ini lebih enak diatur sih. Pelatihan juga enak. Di situ, aku juga jadi tahu adik angkatanku seperti apa. Bisa lihat juga; yang approach-nya bagus ke UX siapa nih. Kalau ada yang aktif, bisa aja dia udah tertarik di UX. Dan, akhirnya ada juga yang ke Mamikos kaya aku hehehe."

Terus dirimu kan juga bikin podcast Warmindux, itu gimana ceritanya?

"Iya, itu dibuat bareng temen-temen. Karena suara mahasiswa kurang didenger di ranah teknologi, itu konsepku pertama. Aku bikin itu kan 2019, waktu masih jaman skripsian. Pengin aja gali perspektif yang lebih gede dan membiasakan ke orang-orang kalau mahasiswa itu boleh juga berpendapat tentang UX. Karena kalo aku lihat kebanyakan podcastnya cuman diisi dari kalangan profesional dan full of jargon.
Kita harap bisa edukasi ke sana sih. Tapi nggak tahu juga sih sekarang mau ganti konsep atau gimana; karena udah pada mau lulus juga. Ini juga sekarang lagi hiatus karena beberapa lagi sibuk skripsian. Aku juga kalau recording dah capek. Pulang kerja mending tidur hahaha."

Oke, selanjutnya nih, kamu udah pengen belajar UX dari kuliah terus pas kamu habis ikut Binar sampe sekarang di Mamikos, seberapa impactful sih belajar di Binar?

"Ini aku jujur ya mas, aku dulu sempat ilang-ilangan karena dulu jadwal Binar bentrok sama jadwal kuliah. Aku bingung dulu, kuliah banyak quiz jadi sering izin hehehehe. Tapi, impact-nya lumayan. At least, memperkenalkan method-method UX. Mungkin tidak terlalu perfect karena kelasnya cuma sejam. Tapi, untuk starting point, kupikir udah well.
Kita dikenalin hal-hal yang dasar banget dan bisa dikembangkan. Kaya cara bikin flow kaya gimana, validasi ide kaya gimana, testing kaya gimana, dikenalin sama scrum, sprint. itu yang berasa dan kebawa sampe skripsi dan Mamikos. Jadi, pas masuk udah familiar dan nggak kaget meskipun UX kebanyakan nggak diikutkan ke sprint planning. Soale edan bos. Timeline-nya berantakan pasti kalau dicampur dengan bagian dev. UX udah harus start duluan, baru pas sprint tinggal breakdown tahap development."

Nah, sekarang kan dirimu udah jadi UX researcher, terus ke depannya pengennya kariermu seperti apa sih?

"Aku kayanya masih akan terus belajar research, sih. Mungkin ke depan di karier tetep masih mau research juga. Mungkin career path-nya jadi senior hahaha."

Dari Nanda, kita belajar bahwa pendapat dan keadaan user itu penting buat keberhasilan produk kita. Plus, menguasai dasar tentang suatu bidang itu perlu dilakukan; karena berguna banget untuk memandu eksplorasi kita di waktu-waktu ke depan.

Nah, kalau kamu ingin belajar lebih jauh di industri teknologi, Binar Academy punya beberapa pilihan kelas untuk kamu ikuti. Nggak perlu punya background IT untuk ikut karena kita akan belajar dari dasar!

Di Binar Academy tersedia pilihan Binar Bootcamp untuk kamu yang ingin dilatih secara intens untuk topik-topik pilihanmu seperti UI/UX Research & Design, Full-stack Web Development, Product Management, hingga Business Intelligence. Namun apabila kamu ingin mengasah pengetahuanmu melalui kelas online atau webinar, kamu dapat mengikuti pilihan topik yang super insightful melalui Binar Insight.

Temukan pilihan terbaikmu untuk mengasah kemampuan hard skill di bidang digital bersama Binar Academy.

Kamu Punya Potensi Tersembunyi!

Temukan potensi dan rekomendasi bootcamp untuk kariermu dalam 3 menit
Coba Potensi Quiz

Bingung Mau Pilih Bootcamp yang Cocok Untukmu?

Potensi Quiz akan kasih rekomendasi bootcamp sesuai kepribadianmu dalam 3 menit
Coba Potensi Quiz
Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.
Daftar Isi
Hi! 👋🏼  
Kamu bisa konsultasi kebutuhanmu di BINAR via WhatsApp ya